ARTIKEL TENTANG TINJAUAN HADITS TENTANG TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Istilah pemimpin
mempunyai bebrapa istilah yaitu khilafah, imam, ulama dalam bahasa islaminya
yang masing-masing pengertiannya adalah sebagai berikut.
Khalifah berasal dr kata
Khalafa artinya menggantikan kedudukan orang lain, sedangkan orang yang
menggantikannya di sebut Khalifah. Kata ini pertama di kenal waktu Gusti Allah
berfirman kpd Nabi Daud a.s:
Artinya : “Wahai daud sesungguhnya
Aku menjadikanmu seorang Khalifah Di muka bumi, agar kamu membawa hukum yang
benar di antara mereka.”
Imam arti luasnya: Pemimpin,
penunjuk jalan, atau orang yang di ikuti. Jadi Imam adalah Orang yang di ikuti
oleh seorang kaum. Kata Imam pertamakali di turunkan kpd Nabi Ibrahim a.s dlm Q.s
Al-Baqoroh ayat 124.
......Sesungguhnya aku menjadikan "IMAM" bagi seluruh
Manusia......
Kata Ulama berasal dr kata Alim, menurut bahasa adalah orang yg
berilmu atau ahli Ilmu. Menurut Isthilahnya adalah orang yang ahli tafaqquh
dalam ilmu agama Islam, taqwa kpd Allah S.WT. Dan melaksanakan tugas untuk menyebarkan
dan menegakan Islam...
Pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin dan setiap
orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai
pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam lingkungan
organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan disegani oleh
bawahannya. Kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan
formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership).
Kepemimpinan formal terjadi apabila dilingkungan organisasi jabatan otoritas
formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau
dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana
kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul
dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai
sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta
memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.
Dalam pandangan Islam kepemimpinan
tidak jauh berbeda dengan model kepemimpinan pada umumnya, karena
prinsip-prinsip dan sistem-sistem yang digunakan terdapat beberapa kesamaan. Kepemimpinan dalam Islam pertama
kali dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kepemimpinan Rasulullah tidak bisa
dipisahkan dengan fungsi kehadirannya sebagai pemimpin spiritual dan
masyarakat. Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam
kepemimpinannya mengutamakan uswatun hasanah pemberian contoh kepada para
sahabatnya yang dipimpin. Rasulullah memang mempunyai kepribadian yang sangat
agung, hal ini seperti yang digambarkan dalam al-Qur'an:
Artinya: “Dan Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam
akhlak yang agung”. (Q. S. al-Qalam: 4)
Dari ayat di atas menunjukkan bahwa Rasullullah memang mempunyai
kelebihan yaitu berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal memimpin dan
memberikan teladan memang tidak lagi diragukan. Kepemimpinan Rasullullah memang
tidak dapat ditiru sepenuhnya, namun setidaknya sebagai umat Islam harus
berusaha meneladani kepemimpinan-Nya.
Definisi kepemimpinan menurut Rost adalah sebuah hubungan yang
saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan
nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Menurut Danim kepemimpinan adalah setiap
tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mengkoordinasi dan memberi arah
kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Yukl kepemimpinan didefinisikan sebagai proses-proses
mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para
pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian
dari aktivitas kerja untuk mencapai sasaran tersebut, motivasi dari para
pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork,
serta perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di luar
kelompok atau organisasi.
Dari beberapa teori yang ada Stogdill menghimpun sebelas definisi kepemimpinan, yaitu
kepemimpinan sebagai pusat proses kelompok, kepribadian yang berakibat, seni
menciptakan kesepakatan, kemampuan mempengaruhi, tindakan perilaku, suatu
bentuk bujukan, suatu hubungan kekuasaan, sarana pencapaian tujuan, hasil
interaksi, pemisahan peranan dan awal struktur.
Definisi tentang kepemimpinan memang sangat umum dan sulit untuk
ditetapkan dalam satu definisi yang dapat mengakomodasikan berbagai arti yang
banyak dan spesifik untuk melayani pengoperasian variabel tersebut. Dari
beberapa pengertian di atas pengertian kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga
hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya
pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut itu
berinteraksi.
Untuk lebih jelasnya dasar hukum tanggung jawab pemimpin akan dijelaskan
berdasarkan hadits. Berikut hadit-hadits yang menjelaskan tentang tanggugn
jawab seorang pemimpin dan penjelasannya, diantaranya:
1. Tanggung jawab seorang pemimpin
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي
عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى
أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ
بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ
سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Ibn umar r.a berkata :
saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan
akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara
akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang
suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang
memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan
tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara
barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu
sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal
yang dipimpinnya.” (HR: buchary, muslim)
Diatas
adalah hadis dasar hukum tentang tanggung jawab seorang pemimpin. Pada dasarnya, hadis di atas
berbicara tentang etika kepemimpinan dalam islam. Dalam hadis ini dijelaskan
bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun jawab. Semua orang
yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai
pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap
dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak
bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada
pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang
presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya,
dst.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini
bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan
tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari
itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang
pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra
‘a sendiri secara bahasa bermakna gembala dan kata ra-‘in berarti
pengembala. Ibarat pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan mencarikan
tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala
bertanggung jawab untuk mensejahterakan binatang gembalanya.
Tapi cerita gembala hanyalah sebuah
tamsil, dan manusia tentu berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia
tidak sama dengan menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan allah
kepada manusia merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan
dirinya sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain.
Karenanya, pertama-tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap
manusia adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya
sendiri. Atau denga kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari
makan atau menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada
orang lain
Dengan demikian, karena hakekat
kepemimpinan adalah tanggung jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan,
maka bila orang tua hanya sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak
memenuhi standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal
itu masih jauh dari makna tanggung jawab yang sebenarnya. Demikian pula bila
seorang majikan memberikan gaji prt (pekerja rumah tangga) di bawah
standar ump (upah minimu provinsi), maka majikan tersebut belum bisa dikatakan
bertanggung jawab. Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden,
dalam memimpin negerinya hanya sebatas menjadi “pemerintah” saja, namun tidak
ada upaya serius untuk mengangkat rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju
kesejahteraan, maka presiden tersebut belum bisa dikatakan telah bertanggung
jawab. Karena tanggung jawab seorang presiden harus diwujudkan dalam bentuk
kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak
pada konglomerat dan teman-teman dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah
bangsa masih jauh dari standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya
masih perlu dipertanyakan.
Pada hakekatnya untuk menjadi
seorang pemimpin itu tidak semudah seperti membalikan telapak tangan seorang
pemimpin itu harus mempunya jiwa kepemimpinanya, jiwa pemimpin itu tidak semua
orang memilikinya, kebanyakan manusia itu pada umumnya tidak punya jiwa
kepemimpinan terutama dalam mempin yang bersifat umu, seperti untuk menjadi
seorang pemimpin rakyat dan negara.
Ketika seseorang mempunyai jiwa
kepemimpinan, maaka dia itu akan merasa bertanggung jawab atas apa yang telah
dia lihat, ucapkan dan diperbuat. Untuk mempunyai jiwa kepemimpinan seseorang
harus merasakan dan mengetahui apakah dirinya itu dapt meminpin dirinya
sendiri, teruta mempin dirinya kepada jalan yang benar. Selain daripada itu,
untuk menambahkan jiwa kepemimpinan, sesorang itu harus bergaul dengan orang
yang sudah berpengalaman dalam bermimpin. Dan jiwa pemimpin itu didapat ketika
kita dapat memberanikan diri dalam menegakan kebenaran, dan memberantas
kemadharatan.
Setelah seseorang sudah memiliki
jiwa kepemimpinan dia itu akan mencoba terjun dan mencobanya, dengan memiliki
kaykinan yang besar, dan pengetahuan yang maksimal, dapat dipercaya baik
perkataan, maupun perbuatannya, maka dia akan merasa hebat dan bisa untuk
menjadi seorang pemimpin yang adil.
Berikut hadits yang menjelaskan
tentang bahwa pemimpin itu harus bersikap adil, yaitu:
2. Pemimpin
harus bersikap adil
َدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ
عُمَرَ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ
إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ
ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي
الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ
مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ
تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ
يَمِينُهُ
Artinya : “Abu
hurairah r.a: berkata: bersabda nabi saw: ada tujuh macam orang yang bakal
bernaung di bawah naungan allah, pada hati tiada naungan kecuali naungan allah:
Imam(pemimpin) yang adil, dan pemuda yang rajin ibadah kepada allah. Dan orang
yang hatinya selalu gandrung kepada masjid. Dan dua orang yang saling kasih
sayang karena allah, baik waktu berkumpul atau berpisah. Dan orang laki yang
diajak berzina oleh wanita bangsawan nan cantik, maka menolak dengan kata: saya
takut kepada allah. Dan orang yang sedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan
orang berdzikir ingat pada allah sendirian hingga mencucurkan air matanya.” (HR
: buchary, muslim)
Meski hadis ini menjelaskan tentang
tujuh macam karakter orang yang dijamin keselamatannya oleh allah nanti pada
hari kiamat, namun yang sangat ditekankan oleh hadis ini adalah karakter orang
yang pertama, yaitu pemimpin yang adil. Bukannya kita menyepelekan enam
karakter sesudahnya, akan tetapi karakter pemimpin yang adil memang menjadi
tonggak bagi kemaslahatan seluruh umat manusia. Tanpa pemimpin yang adil maka
kehidupan ini akan terjebak ke dalam jurang penderitaan yang cukup dalam.
Untuk melihat sejauh mana seorang
peimimpin itu telah berlaku adil terhadap rakyatnya adalah melalui
keputusan-keputuasan dan kebijakan yang dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin
menerapkan hukum secara sama dan setara kepada semua warganya yang berbuat
salah atau melanggar hukum, tanpa tebang pilih, maka pemimpin itu bisa
dikatakan telah berbuat adil. Namun sebaliknya, bila pemimpin itu hanya
menghukum sebagian orang (rakyat kecil) tapi melindungi sebagian yang lain
(elit/konglomerat), padahal mereka sama-ama melanggar hukum, maka pemimpin itu
telah berbuat dzalim dan jauh dari perilaku yang adil.
3. Jaminan bagi
pemimpin yang adil
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ
قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو يَعْنِي ابْنَ
دِينَارٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ابْنُ
نُمَيْرٍ وَأَبُو بَكْرٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَفِي حَدِيثِ زُهَيْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ
نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ
الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
Artinya : “Abdullah bin ‘amru bin al
‘ash r.a berkata: rasulullah saw bersabda: sesungguhnya orang-orang yang
berlaku adil, kelak disisi allah ditempatkan diatas mimbar dari cahaya, ialah
mereka yang adil dalam hokum terhadap keluarga dan apa saja yang diserahkan
(dikuasakan) kepada mereka.” (HR : muslim)
Bila hadis sebelumnya berbicara
tentang “garansi” allah atas pemimpin yang berbuat adil, maka hadis ini lebih
mengulas tentang “imbalan” bagi seorang pemimpin yang adil. Dalam hadis ini
disebutkan bahwa imbalan bagi pemimpin yang adil adalah kelak di sisi allah
akan ditempatkan di atas mimbar dari cahaya. Secara harfiyah, mimbar berarti
sebuah tempat khusus untuk orang-orang yang hendak berdakwah atau berceramah di
hadapan umum. Karenanya, mimbar jum’at biasanya mengacu pada sebuah tempat
khusus yang disediakan masjid untuk kepentingan khotib.
Sementara cahaya adalah sebuah sinar
yang menerangi sebuah kehidupan. Kata cahaya biasanya mengacu pada
matahari sebagai penerang bumi, lampu sebagai penerang dari kegelapan, dsb.
Oleh sebab itu, kata mimbar dari cahaya di dalam hadis di atas tentu tidak
serta merta dimaknai secara harfiyah seperti mimbar yang dipenuhi hiasan
lampu-lampu yang bersinar terang, melainkan mimbar cahaya adalah sebuah metafor
yang menggambarkan sebuah posisi yang sangat terhormat di mata allah. Posisi
itu mencrminkan sebuah ketinggian status setinggi cahaya matahari.
4. Sorga bagi
pemimpin yang adil
حَدَّثَنِي
أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارِ بْنِ عُثْمَانَ وَاللَّفْظُ لِأَبِي غَسَّانَ وَابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُطَرِّفِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ الْمُجَاشِعِيِّ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ َأَهْلُ
الْجَنَّةِ ثَلَاثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ وَرَجُلٌ
رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ وَعَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ
ذُو عِيَالٍ
Artinya : “Ijadl bin himar r.a
berkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: orang-orang ahli surga
ada tiga macam: raja yang adil, mendapat taufiq hidayat ( dari allah). Dan
orang belas kasih lunak hati pada sanak kerabat dan orang muslim. Dan orang
miskin berkeluarga yang tetap menjaga kesopanan dan kehormatan diri.” (HR : muslim).
Bila
yang pertama tadi allah akan menjamin pemimpin yang berbuat adil dengan jaminan
naungan rahmat dari allah, dan hadis selanjutnya menjamin dengan jaminan mimbar
yang terbuat dari cahaya, maka jaminan yang ke tiga ini adalah jaminan sorga.
Ketiga jaminan di atas tentunya bukan sekedar jaminan biasa, melainkan semua
jaminan itu menunjukkan betapa islam sangat menekankan pentingnya sikap
keadilan bagi seorang peimimpin. Rasul s.a.w tidak mungkin memberikan jaminan
begitu tinggi kepada seseorang kecuali seseorang itu benar-benar dituntut untuk
melakukan hal yang sangat ditekankan dalam islam. Dan keadilan adalah perkara
penting yang sangat ditekankan dalam islam. Oleh karena itu, siapa yang
menjunjung tinggi keadilan, niscaya orang tersebut akan mendapat jaminan yang
tinggi dari islam (allah), baik di dunia, maupun di akhirat.
Sekian
artikel tentang tinjauan tentang tanggung jawab seorang pemimpin, semoga
artikel ini dapt bermanfaat bagi saya khususnya dan umumnya bagi kita semua,
mohon maaf apabila ada kekurangan atu kesalahan, dan sesungguhnya kebenaran itu
datangnya dari Alloh dan kealfaan datangnya dari diri saya sendiri mohon maaf
dan trimakasih.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking